Oleh Imam Shamsi Ali
Beberapa hari lalu untuk pertama dan nampaknya terakhir kalinya para kandidat dari partai Demokrat yang akan bertarung memperebutkan posisi Walikota New York mengikuti debat publik yang diadakan oleh Kanal TV NBC. Semua calon walikota hadir mengikuti debat politik tersebut, termasuk dua kandidat terdepan; Andrew Cuomo dan Zohran Mamdani. Mereka berdebat dalam banyak hal yang dianggap penting bagi Kota New York dan warganya.
Banyak hal yang menarik untuk disimak dan direnungkan dari debat publik yang bergengsi itu. Dari hal-hal yang bersifat pribadi, misalnya berapa sewa rumah masing-masing kandidat perbulan, hingga ke siapa yang layak menantang Presiden Donald Trump dalam berbagai kebijakan publiknya yang dianggap semena-mena dan meresahkan. Saya pribadi terkejut ternyata umumnya kandidat itu masih menyewa apartemen dengan harga sebagaimana umumnya warga Kota New York. Zohran Mamdani misalnya masih menyewa 1 kamar apartemen di Astoria, Queens dengan sewa $2,500-an per bulan.
Lebih mengejutkan lagi bagi saya adalah betapa Andrew Cuomo tidak dikehendaki kembali di pemerintahan New York. Hal itu terlihat jelas bagaimana para pembesar politik di Kota ini menjadikan Cuomo sebagaj musuh bersama. Dari Kepala DPRD New York Adrienne Adams, New York City Comptroller Brad Lander, hingga Zohram Mamdani yang dianggap ancaman terbesar bagi Cuomo, semuanya bersatu menjadikannya sebagai musuh bersama. Mr. Lander yang menjabat posisi ketiga tertinggi di Kota New York saat ini dan seorang Yahudi sangat berseberangan dengan mantan Gubernur Andrew Cuomo.
Tapi satu hal yang mengejutkan lagi adalah semakin terbukanya bagaimana Andrew Cuomo mewakili status quo politik lama yang terus berkolaborasi dengan pemegang modal atau Oligarki (the 1 percent of the population). Bahkan dalam ungkapan Zohran para donatur Cuomo adalah mereka yang juga mendanai kampanye Donald Trump. Sehingga sangat diyakini Cuomo tidak akan mampu menghadapi kebijakan Donald Trump yang tidak bersahabat. Cuomo bahkan sempat keceplosan mengatakan: “I don’t care who gave and how much to my campaign”. Jawaban yang seolah tidak peduli dengan aturan serta tidak sensitif dengan warga yang kesulitan yang dialami oleh warga New York dari hari ke hari.
Mungkin yang paling disayangkan dari Andrew Cuomo adalah jawabannya terhadap “Apakah ada penyesalan selama menjabat sebagai pejabat publik?”. Cuomo sama sekali tidak mengakui adanya kesalahan yang bahkan sebenarnya memaksanya mundur dari posisinya sebagai Gubenur ketika itu. Hal ini menandakan jika Cuomo berkarakter egois bahkan dapat dianggap arogan dengan tidak mau mengakui kesalahan dan kekurangannya.
Maka semua itu semakin memperkuat dugaan bahwa Andrew Cuomo memang wajah lama status quo yang berada dalam zona nyaman politik yang stagnan. Dia tidak akan bisa membawa perubahan yang sudah dirindukan oleh warga kota New York, khususnya kalangan kaum muda dan warga terpelajar.
Prioritas negara yang akan dikunjungi
Tapi dari semua itu bagi saya yang paling mengejutkan adalah pertanyaan yang dilemparkan oleh NBC anchor David Ushery, salah seorang moderator debat, tentang negara mana yang akan dikunjungi pertama kali jika terpilih menjadi walikota New York. Keterkejutan saya pertama adalah pertanyaan itu sendiri. Kenapa penting dan apa urgensinya pejabat sebuah kota (New York) memprioritaskan kunjungan ke negara lain? Bukankah urusan luar negeri adalah urusan pemerintahan federal?
Tapi yang lebih mengejutkan lagi adalah jawaban yang diberikan oleh masing-masing kandidat. Ada yang memprioritaskan negara asalnya, seperti Jamaica, Honduras. Tapi yang paling mengejutkan adalah jawaban mayoritas kandidat yang menomor satukan Israel sebagai negara prioritas yang akan dikunjungi jika terpilih sebagai walikota dunia ini. Cuomo yang jelas bukan Yahudi, dia Katolik dan keturunan Italia, dengan sangat tegas mengatakan: “karena menaiknya antisemitism maka saya akan mengunjungi Israel sebagai prioritas utama”. Dalam benak saya bertanya-tanya apa hubungan kunjungan ke Israel dengan penanganan Antisemitisme? Apakah untuk menangani Islamophobia diperlukan kunjungan ke Saudi Arabia atau Iran?
Yang menggembirakan dan membanggakan adalah jawaban cerdas, rasional dan imbang dari kandidat Muslim pertama, Zohran Mamdani. Jawabannya bersifat spontaneous, keluar dari hati dan pikiran jernih dan tanpa rekayasa. “Saya akan tinggal di Kota New York melayani warga Kota ini. Masih terlalu banyak permasalahan di kota ini yang menjadi prioritas saya”? Jawabnya tegas.
Mendengar ini salah seorang moderator debat menyelah: “Akankah kamu mengunjungi negara Yahudi Israel”. Saya akan melayani kebutuhan mendesak warga Yahudi di Kota New York di mana saja dalam kota ini”, jawabnya. Moderator itu melanjutkan: “apakah kamu mengakui Israel sebagai negara Yahudi (Jewish State?). “Saya mengakui eksistensi Israel sebagai negara untuk semua. Bukan negara yang Istimewa bagi pemeluk agama tertentu. Dan ini pandangan Amerika terhadap sebuah negara di dunia”, jawabnya cerdas.
Mendengar itu Cuomo ingin ikut menambah panas suasana, sekaligus ingin membangun imej jika Zohran adalah antisemit. Tapi itu tidak menjadikan Zohran mundur selangkah. Dan saya semakin bangga baik dalam kapasitas saya sebagai warga New York, juga sebagai seorang Muslim yang menjunjung tinggi kebenaran, kejujuran dan keadilan Universal.
Saya menganggap jawaban itu sebagai kebenaran karena memang pejabat Kota New York seharusnya menjadikan penyelesaian ragam permasalahan warganya sebagai prioritas, dari permasalahan pendidikan, harga hidup yang tak terjangkau, keamanan dan senjata, hingga permasalahan homelessness dan penyakit mental. Kunjungan ke negara lain seharusnya tidak perlu dijadikan sebagai prioritas bagi seorang Waikota.
Saya anggap jujur karena itu arahan logika dan bisikan batin Zohran dari dulu hingga kini yang tidak pernah berubah. Kejujuran ini terbangun di atas komitmen keadilan untuk semua manusia. Walaupun tidak tidak diucapkan jelas Zohran tidak sependapat sebuah negara bersifat ekslusif bagi pemeluk agama tertentu. Di sisi lain menerima eksistensi Israel sebagai negara karena itu kenyataan yang tidak bisa diingkari. Persis Amerika mengakui eksistensi Iran sebagai negara ini walaupun dianggap negara jahat yang mendukung terorisme.
Menolak Israel dilabel negara Yahudi sangat cerdas karena memang Israel mengaku negara yang paling demokratis di Timur Tengah. Jika kemudian menjadi ekslusif sebagaj negara Yahudi, bagaimana dengan warga lainnya? Kalau ini di paksakan dan nampaknya nyata, wajar kalau warga non Yahudi dianggap sebagai warga negara kelas dua (second class citizen). Namun mengingkari eksistensi Israel sebagai negara tentu juga tidak logis karena Israel adalah negara yang diakui eksistensinya oleh PBB dan hukum internasional.
Kesimpulannya debat calon Walikota New York itu membuka banyak hal yang selama ini masih remang-remang. Membuka kenyataan jika Andrew Cuomo memang mewakili wajah lama status quo. Cuomo adalah Wakil politisi yang dikontrol oleh pemilik modal (Oligarki). Sulit untuk independen dalam sikap dan kebijakan. Itu barangkali yang terefleksi dari prioritas kunjungan luar negerinya.
Sekali lagi, saya mengajak warga New York yang rasional, berhati bersih, dan punya komitmen demokrasi yang inklusif pastikan tidak menjatuhkan pilihan ke Andrew Cuomo. Zohran Mamdani adalah pilihan terbaik, disusul Lander and Adrienne Adams.
Mari gunakan hak pilih dan pastikan pilih yang terbaik untuk Kota New York yang kita banggakan. Let’s do it!
A proud New Yorker