Warga Entalsewu Diperiksa Kasus Korupsi CSR Rp 3,6 Miliar, Pengacara Minta Kejari Sidoarjo Objektif: "Klien Kami Hanya Korban"

Warga Entalsewu Diperiksa Kasus Korupsi CSR Rp 3,6 Miliar, Pengacara Minta Kejari Sidoarjo Objektif: "Klien Kami Hanya Korban"

SIDOARJO || KASTV - Kasus dugaan korupsi dana Corporate Social Responsibility (CSR) senilai Rp 3,6 miliar di Desa Entalsewu, Kecamatan Buduran, Sidoarjo, memasuki babak baru. Tim penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri (Kejari) Sidoarjo memeriksa dua warga biasa yang statusnya hanya sebagai saksi, yakni Masyhuri dan Yudhi.

​Ali Maulidi, Ketua Tim Penasehat Hukum (PH) yang mendampingi kedua saksi, mendesak Kejari Sidoarjo untuk melihat perkara ini secara objektif dan adil. Ia menegaskan bahwa kliennya adalah warga biasa yang tidak memiliki jabatan di Pemerintah Desa (Pemdes) Entalsewu dan tidak terlibat dalam dugaan korupsi yang telah menyeret Kepala Desa (Kades) dan Ketua BPD tersebut.

​Ali Maulidi menyatakan kliennya hanyalah "orang kecil dan korban yang tidak paham masalah hukum." Keduanya diperiksa tim jaksa Pidsus Kejari Sidoarjo, Guntur dan Wahyu, hingga Senin (24/11/2025) malam.

​“Kami berharapan para jaksa Kejari Sidoarjo dapat melihat perkara ini secara objektif dan adil. Karena sebenarnya klien kami ini tidak terlibat dalam kasus dugaan korupsi ini,” ujar Ali Maulidi kepada awak media usai pemeriksaan.

​Pengacara kondang yang akrab disapa Ali ini menekankan bahwa kliennya tidak memiliki mens rea (niat jahat) untuk menggunakan dana tersebut demi kepentingan pribadi. Mereka hanya mendapatkan informasi dari Kades bahwa dana dari pengembang perumahan elite itu adalah dana kompensasi yang dianggap sebagai hak warga eks Gogol.

​“Persepsi warga eks Gogol menganggap dana kompensasi itu, merupakan hak mereka. Artinya, tidak ada mens rea dari kedua klien kami untuk menggunakan dana itu untuk kepentingan jahat atau kepentingan pribadinya,” tegasnya.


​Dalam keterangannya, Ali menjelaskan bahwa kedua kliennya hanya ditunjuk Kades Entalsewu sebagai panitia penerima, pembagi dana kompensasi, dan pembuat program rencana pembangunan. Namun, rencana awal penggunaan dana untuk pembangunan desa berubah total.

​Perubahan terjadi mendadak setelah ada protes dari salah satu warga eks Gogol yang menuntut bagian. Kades lantas memerintahkan agar dana tersebut, yang berasal dari kompensasi pelepasan tanah gogol kepada PT Cahaya Fajar Abaditama, diubah peruntukannya.

​“Perintah Kades ini membuat perencanaan pembangunan yang dibuat oleh tim menjadi kacau. Setelah kacau, Kades memerintahkan untuk membagikan dana sebesar Rp 1,5 miliar kepada orang eks Gogol itu,” papar Ali.

​Kliennya (Masyhuri) sempat memegang dana sisa sebesar Rp 600 juta yang rencananya dibagikan untuk kegiatan RT dan RW. Namun, tidak ada perintah lebih lanjut dari Kades. Sisa uang itu baru diperintahkan untuk dimasukkan ke kas desa setelah kasus dugaan korupsi ini mencuat.

​“Selama menunggu, perintah Kades klien kami tidak pernah mengotak-atik sisa dana itu. Dana itu disimpan di rekening khusus yang digunakan untuk membangun musala yang bukan rekening pribadi,” tambah Ali.

​Kasus dugaan korupsi ini mencuat dari dana bantuan yang diberikan oleh PT Cahaya Fajar Abaditama, pengembang perumahan Citra Garden, senilai Rp 3,6 miliar sebagai kompensasi pelepasan tanah gogol pada Tahun 2022. Dana ini diduga tidak dimasukkan ke dalam APBDes atau melalui Musyawarah Desa (Musdes), melainkan digunakan untuk kepentingan Kades Sukriwanto.

​Tim Penyidik Pidsus Kejari Sidoarjo telah menetapkan dan menahan Kades Entalsewu, Sukriwanto, dan Ketua BPD, Asrudin, sejak 21 Juli 2025. Hingga saat ini, Kejari Sidoarjo berhasil menyita uang hasil dugaan korupsi senilai hampir Rp 1 miliar atau tepatnya Rp 950 juta.

​Ali menegaskan, apapun tudingannya, kliennya adalah warga biasa. Ia meminta penyidik melihat fakta bahwa di struktur Pemdes Desa yang seharusnya lebih bertanggung jawab dalam pengelolaan dana.(**)

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال