Pematangsiantar – Skandal narkoba di Koin Bar, Jalan Parapat, Kota Pematangsiantar, kembali mencuat setelah kasus lamanya belum kering di meja hijau. Pasca vonis 20 tahun penjara terhadap Hilda Dame Ulina Pangaribuan (36), mantan Supervisor Koin Bar, kini muncul dugaan bahwa praktik peredaran narkoba di tempat hiburan malam itu kembali beroperasi — kali ini di bawah kendali adiknya, Lidya Putri Pangaribuan.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Medan sebelumnya telah menjatuhkan hukuman berat kepada Hilda Dame karena terbukti terlibat dalam kasus peredaran narkoba jenis ekstasi yang diproduksi di pabrik rumahan di Jalan Kapten Jumhana, Kelurahan Sukaramai II, Kecamatan Medan Area, Kota Medan. Dalam sidang yang menyita perhatian publik tersebut, Hilda tampak duduk di belakang terdakwa utama Hendrik Kosumo, otak di balik jaringan pembuatan pil ekstasi tersebut.
Namun, bukannya berhenti di situ, dugaan aktivitas mencurigakan kembali tercium di Koin Bar. Berdasarkan informasi yang dihimpun awak media, peredaran narkoba jenis pil ekstasi diduga kembali berlangsung, bahkan disebut-sebut dikendalikan oleh adik kandung Hilda sendiri, yakni Lidya Putri Pangaribuan. Seorang warga sekitar yang enggan disebutkan namanya, Bedul (nama samaran), mengungkapkan bahwa pil yang beredar kali ini berlabel Transformer.
“Info terakhir yang kudapat, yang dijual mereka merk Transformer, bang,” ujarnya kepada awak media, Senin (6/10/2025).
Keterangan serupa juga diungkapkan oleh seorang pengunjung lain, Vina (nama samaran), yang mengaku sempat masuk ke Koin Bar dua minggu sebelumnya. “Waktu aku masuk, mereka masih jual obor sih, cuma aku lupa merknya. Pesennya langsung sama waitress,” tuturnya. Kesaksian dua warga ini menambah kuat dugaan bahwa peredaran barang haram tersebut masih berlanjut meski salah satu tokoh pentingnya telah dijebloskan ke penjara.
Menanggapi laporan itu, Ketua Gerakan Masyarakat Anti Prostitusi, Narkoba dan Judi (Gemapronadi), Andi Ryansah, dengan tegas meminta aparat untuk turun tangan. “Polres, BNNK, dan Satpol PP harus segera menggelar razia rutin setiap hari, khususnya sekitar pukul 01.30 WIB, karena itu jam ramai pengunjung. Jangan cuma jam 23.00 malam, waktu itu tempatnya masih sepi,” tegas Andi.
Andi juga menyoroti berbagai pelanggaran lain di Koin Bar yang diduga dibiarkan begitu saja, mulai dari jam operasional yang melewati batas izin, dugaan pelanggaran cukai minuman keras, hingga kemungkinan adanya tindak pidana perdagangan orang (TPPO). “Kalau pemerintah dan aparat terus diam, sama saja membiarkan generasi muda rusak oleh narkoba dan prostitusi terselubung,” ujarnya geram.
Namun ironisnya, saat wartawan mencoba meminta klarifikasi, baik Kasat Narkoba Polres Pematangsiantar, AKP Irwanta Sembiring, maupun pemilik Koin Bar, Lidya Putri Pangaribuan, memilih bungkam. Keduanya enggan memberikan keterangan terkait dugaan peredaran pil ekstasi merek Transformer di lokasi hiburan tersebut. Sikap diam ini justru semakin memunculkan tanda tanya besar di tengah masyarakat.
Publik kini mendesak agar aparat penegak hukum menunjukkan keberpihakan pada rakyat dengan menindak tegas tempat hiburan yang kerap dikaitkan dengan narkoba dan praktik maksiat. Bila dugaan ini terbukti, maka Koin Bar bukan hanya sekadar tempat hiburan malam, melainkan simbol pembiaran terhadap kejahatan yang terus berulang di Kota Pematangsiantar.
Apakah pihak berwenang akan tetap diam, atau akhirnya bergerak menegakkan hukum tanpa pandang bulu? Warga menanti tindakan nyata, bukan sekadar wacana. (***)