Kuningan – Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Kuningan kini menjadi pusat perhatian menyusul dugaan penyalahgunaan dana publik yang ditaksir mencapai miliaran rupiah. Informasi yang dihimpun oleh Gabungan Media Online dan Cetak Ternama (GMOCT) dari portal KabarSBI—anggota GMOCT—mengungkapkan bahwa dana tersebut berasal dari sejumlah pos anggaran, antara lain:
Gaji Tenaga Harian Lepas (THL) senilai Rp 9,4 miliar
Anggaran Pembinaan Kelembagaan dan Manajemen Sekolah Nonformal sebesar Rp 2,4 miliar
Dana Usaha Kesejahteraan Abdi Negara (UKAN) sebesar Rp 1,2 miliar yang diduga tidak disetorkan ke kas daerah
Temuan ini menimbulkan kekhawatiran publik mengenai lemahnya pengawasan dan manajemen keuangan di sektor pendidikan. Ironisnya, dana yang seharusnya mendukung kesejahteraan tenaga pendidik—termasuk mereka yang menyandang disabilitas—malah diduga dimanfaatkan secara tidak semestinya. Hal ini memicu kecaman keras, mengingat tindakan tersebut dianggap tidak etis dan melukai nilai-nilai kemanusiaan.
Potensi Jeratan Hukum Berat
Kasus dugaan korupsi ini berpotensi melanggar beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, antara lain:
Pasal 2 ayat (1): Tindakan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang menyebabkan kerugian negara, dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun, serta denda antara Rp 200 juta hingga Rp 1 miliar.
Pasal 3: Penyalahgunaan kewenangan yang menimbulkan kerugian negara, diancam pidana penjara maksimal 20 tahun dan denda hingga Rp 1 miliar.
Pasal 8: Penggelapan dalam jabatan dengan ancaman pidana penjara 3–20 tahun dan denda hingga Rp 1 miliar.
Referensi yurisprudensi, seperti Putusan PT Tipikor Bandung No. 7/TIPIKOR/2014/PT.BDG, menunjukkan bahwa terdakwa dalam kasus serupa pernah divonis 2 tahun 6 bulan penjara. Bila ditemukan unsur kesengajaan atau pembiaran, pelaku juga dapat dikenai sanksi administratif dan pidana. Pasal 421 KUHP dan Undang-Undang No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan juga relevan untuk menjerat pelaku penyalahgunaan wewenang.
Tuntutan Transparansi dan Audit Menyeluruh
Masyarakat mendesak Bupati Kuningan untuk segera memerintahkan Inspektorat melakukan audit menyeluruh, bahkan audit risiko khusus (riksus), terhadap pengelolaan anggaran Disdikbud. Ini juga menjadi kesempatan bagi Kepala Inspektorat yang baru, H. Zuber, untuk menunjukkan integritas dan komitmennya dalam memperbaiki sistem birokrasi pendidikan di Kuningan.
Minimnya pengawasan dan lemahnya penegakan hukum terhadap pengelolaan dana pendidikan menjadi sorotan tajam. Kasus ini bukan hanya soal kerugian finansial negara, tetapi juga berkaitan langsung dengan keberlangsungan masa depan anak-anak Kuningan. Diperlukan pengawasan ketat dan transparansi menyeluruh agar dana pendidikan benar-benar digunakan sesuai tujuan awal. Penyalahgunaan anggaran di sektor ini adalah bentuk pengkhianatan terhadap amanah publik dan harus ditindak secara tegas.